Rabu, 26 September 2012


Ini sedikit MEMILUKAN. Tapi jujur ini masuk daftar pikiranku saat ini. Gara gara memikirkan ini, aku jadi kurang konsentrasi mengerjakan tugas kuliah. *yang ini memang sedikit lebay*. Tapi tenang saja, aku memilah apapun yang bisa jadi daftar pikiranku. Dan jika sesuatu itu telah terlanjur masuk aku harus benar benar menyelesaikannya. Masalah ini cukup serius.

Aku lupa, berapa kali aku telah memberi jempol kepada status, photo, atau jenis postingan apapun di social account bernama facebook. Aku memilikinya sudah sejak 4 atau 5 tahun yang lalu. Pertama kali waktu aku masih SMA. Lalu ketika tamat, seketika aku buka account baru dan yang lama di deactivated. Gud bye facebook lama. Tapi aku tidak pernah terpikir untuk membuat nama facebook sedahsyat ini “Silvina yuza jilid 2”. Ini mirip nama sistem pemerintahan SBY yang morat marit itu. Cukup sampai disini.
Ini masalah tanda like. Andai aku bisa bicara langsung dengan Zuckerberg itu, aku akan minta dia menghapus program Like untuk posting yang kita kirim. Karena sekarang tiba tiba saja, ini menjadi penanda betapa tidak masuk akalnya teman teman saya. 

Kalian tahu, aku pernah bikin status kalau temanku sedang sakit parah, kakekku meninggal dan beberapa jempol muncul dibawah postingan itu. Tau apa yang aku lakukan, aku menghapus status sedih yang disukai orang itu. Like ini untuk kategori apa juga aku sebenarnya tidak tahu. Tapi aku akan memutuskan untuk Like status seseorang jika dia sedang bahagia dan aku merasakan kebahagiaan yang sama. Atau sebuah kata kata yang menguatkan, dan aku berpikir itu juga sedang tepat untukku. Atau photo teman teman yang aku suka sudut pengambilannya. Atau note teman teman yang aku dapatkan sesuatu dari membacanya. Lalu, aku pernah menyukai semua kiriman ucapan Ulang tahun di wall dari teman teman. Kupikir itu wajar saja.

Tapi kalian pernah tidak sih, update status, lalu disaat yang sama temen kalian juga update status, lalu teman kalian itu tanpa pikir panjang menyukai status anda, dan dibawahnya ditulis komentar “Like balik eaaa” atau “cek status gue” atau “salam kompak selalu, kunjungi profil saya”. Ini kegilaan macam apa. Aku pernah. Lalu ingin sekali aku jawab, di unlike aja lagi. Tapi g jadi. Takut dia tersinggung. Tau apa, aku menghapus komentar itu sekaligus menghapus update an status ku yang membuat orang lain berpikir meminta aku nglike back status dia. CRAZY and WEIRD.

Tapi jujur aja, aku lumayan bete melihat status sederhana yang isinya bukan apa apa punya jempol 45 kali. Oh My God. Dan kalian tahu apa rahasianya, ngetop lah, atau jika tidak, like status orang orang siapapun itu tanpa pandang bulu, atau ikutin grup yang judulnya “Jempolers Indonesia”. Ini hal kecil, tapi sebenarnya lama lama bisa jadi berpengaruh sama mental kita. Bayangin deh walau cuma menyukai status  sebenarnya tetap harus ada alasan mengapa kalian suka itu. Nilai social jadi sedikit dipertanyakan, kalau ada yang lagi sedih, atau ada yang lagi marah, atau ada yang baru diputusin terus kalian sukai statusnya. Jangan jadi facebooker yang kejam.

Bukan berarti, kalian g boleh minta jempol keteman teman kalian. Tapi di chat aja kali ya, atau d isms aja mereka. Jangan di kolom komentar status sedih orang lain. Karena itu bakal bikin si statuser tambah sedih. Lalu pikirin lagi deh, apa yang membuat kalian harus suka sama sebuah postingan. Selama ada alasan ya g apa apa. Jangan bilang alasannya suka sama orang yang bikin status, karena itu alasan g bisa dibantah. Hahaha.
Ingat jangan bego dan jangan kejam!!
Well, hari ini Minggu 9 September, 12 hari seseorang Ulang tahun. Dan 21 hari lagi aku yang bertambah usia. Semoga usia yang makin besar angkanya ini, menambah rasa sayang Allah kepada ku. Amin. Intinya bukan cerita ulang tahun kok. Ini lumayan seru. Bagi aku. Bodo amat bagi lu.

Ibu ku yang baru pulang dari acara sunatan di rumah mantan ketua RT tiba tiba ngajakin hang out ke Angso duo. Siapa tau pembaca ada yang dari tanah majapahit sana. Nah Angso duo sejenis pasar tradisional yang membolehkan lu tutup idung mulai masuk gerbang pasar sampe toko terakhir nya. Bau banget. Sumpek, dan kalo hujan becek. Jarang banget ada ojek disono mah. Aku setuju setuju aje. G tau kenapa. Rasanya memang mau mengabdi lebih banyak dibulan September. Biar apa ya, biar dibeliin kado ultah yang Oke. Atau minimal dimasakin yang sedap.

Dijalan aku diem dieman aja sama ibu. Percuma ibu diajak ngobrol dijalan. Ngomongnya mesti pekik memekik. Sebenarnya bukan ibu doang sih yang g denger suara ku kalo lagi dimotor. Pucha juga bilang begitu. Suara ku jenis yang syahdu syahdu gimana gitu, jadi kebawa bawa angin. Dan aku bĂȘte banget disuruh ngomong kuat kuat atau pekik memekik itu. Jauh banget dari prinsip hidupku itu mah. Haha

Kecuali ketika lewat depan LPMP, masih aja jalannya satu jalur. Kalo kemaren yang ambruk adalah jalur sebelah kanan (dari arah telanai) nah sekarang gentian sebelah kiri. Proyek jalan banyak yang main main ya sekarang. Ditempat ini juga lah mobil Ertiga silver nyenggol sikut aku sampe hampir jatuh. Untung aku kuat lo. Kalo g, aku udah terjun kedalam jurang. Mending jurang beneran. Ini jurang yang disebelahnya ada septic tank. G masuk daftar imajinasi aku pokoknya. Ibu aku suruh turun dulu ni disini. Karena lumayan berat, dan mesti manjat trotoar jalan supaya bisa keluar dari lubang kemacetan sialan. 

Masuk dah angso duo. Becek dimana mana. Alias g bisa milih. Waktu aku mau markirin motor, aku berasa ada nginjak batu gitu didepan aku atau mungkin di belakang. Yang jelas aku jadi celingak celinguk liat ban motor. Eh waktu aku lagi asyik celingak celinguk, ada ibu ibu pake baju item item, jilbab partai warna biru terus sepatu sandal yang motifnya macan, melihat aku dengan sinis dan memegang tumit kaki kanannya. Aku tatap balik donk. Sampai pada akhirnya dia bilang “G liat apa?”. Awalnya masih bingung, apa dia pikir aku buta karena menatap kosong pada dirinya. Tapi setelah aku pikir pikir lagi sambil ngeliat dia ngelus ngelus tumintnya itu, aku jadi menarik kesimpulan kalo mungkin yang aku kira batu adalah tumit si ibu ini. Dan ternyata Absolutely Damned Right Thing bok.

Aku minta maaf, dan g mau jadi remaja durhaka. Aku taruh dulu motornya di parkiran. Dan aku hampirin si Ibuk ibuk tua itu. “Bu, maafkan saya ya buk”. Dia bilang “Maaf maaf…. G liat apa”. “Iya buk, maafkan saya ya buk, gimana donk buk. Sakitnya bagaimana?”. Si ibuk malah masih ngelirik seperti lirikan kucing ke tikus ngelihat aku yang udah tulus banget mau nolongin. Kebayang aja gimana kalo itu Ibu aku. Aku juga mesti g rela donk. 

Ibuk itu malah mendekat ke tempat parkir dan melihat nomor polisi motor aku. Lalu pergi menghilang entah kemana. Bagaikan mantan bos preman yang mau ngadu sama anak buahnya. Itu pikiran buruk aku. Bener bener buruk. G ada yang ibu aku bisa bilang kecuali “Kok bisa numbur? Kuat numburnya?” dan itupun sambil milih milih cabe. Padahal anaknya sudah setengah mampus mikirin apa yang kira kira diperbuat ibuk tadi. Karena nomor polisi motor aku udah di dia. Aku sampe baca :Inna solati wanusuki wamahyaya wamahmati lillahirobila’lamin berkali kali. Idung aku udah perih banget. Ibu lama sekali di tempat Bu’de jualan cabe. 

Pokoknya pikiran buruk terus menghantui. Abang abang parkir yang tadi ngelihat insiden aku sama tu ibuk bilang “Udahlah, kan udah minta maaf. Masih marah juga, ya bukan salah kita lagi”.

Aku langsung keinget, paginya baca buku yang judulnya Humortivasi. Kalo posisi memaafkan akan lebih sulit dari pada mintamaaf. Awalnya aku nolak teori ini. Kenapa? Karena menurut aku, minta maaf lah yang mempertaruhkan harga diri lebih banyak. Mengalahkan ego manusia manapun didunia ini yang sifat dasarnya tidak ingin disalahkan. Namun setelah aku liat kejadian barusan, agaknya betul. Kenapa sulit memaafkan? Karena yang memaafkan lah yang pernah tersakiti. 

Paham aku juga, tidak ada satupun perbuatan yang tak dapat ganjaran. Jika tu ibuk g maafin aku, aku cuma bisa doa aja sama Allah “semoga setelah kejadian ini, Allah mengangkat derajat ibuk itu, menghindarinya dari bahaya yang jauh lebih besar, yang bisa disebabkan oleh kecerobohan di jalan  macem aku tadi. 

Tau apa, aku rasa Allah lagi mengganjar dosa yang pernah aku lakukan juga. Aku pernah marah marah sama pengendara ertiga yang nubruk lengan aku sampe hampir jatuh. Dan sekarang begini lah rupanya rasanya. Untuk diketahui bersama, ketika berangkat dari rumah, tak ada seorangpun yang berniat terjadi apa apa dengan dirinya, maka bila sempat terjadi, seharusnya tak ada yang berhak merasakan kesal atau amarah. Mungkin akan sakit sebentar lalu lekaslah obati hati kita. Itu yang penting. Bisalah diumpamakan, bahwa ketika hati kita tidak merasa sakit, maka kesakitan yang lain akan lebih mudah sembuh. Aku belajar banyak hari ini.

Sampe ibu selesai belanja aku juga masih mikirin ibuk itu. Mikirin aku harus minta maaf ke siapa, dan mikirin apa yang bisa dia lakukan dengan nomor polisi motor aku yang sempat dia lirik itu. Tapi semua pikiran itu aku buang kedalam becekan. Pokoknya, g mau lagi punya ion negative didalam otak aku. Semua mesti ion positif, jadi energinya juga positif. 

Tau apa yang bisa membuat hilang segala pikiran buruk itu? Lek Parto tetangga aku, parkir disebelah aku. Tau sama siapa. Sama selingkuhannya. Itu kabar yang membuat heboh satu BTN seminggu yang lalu. Dia punya istri lain selain Bu’de. Anak Lek Parto dan Buk de ada 4. Dan mereka juga sudah bercucu. Tapi lek Parto masih sempat berhianat. Dia g negur aku. Mungkin malu. Sepenglihatan aku, Bukde tidak kalah cantik sama istri muda Lek Parto, yang membedakan hanya lah yang baru jauh lebih muda. Memang begitulah laki laki. Mencintai daun muda. Dan bukan istri muda namanya kalo pada akhirnya si selingkuhan berumur lebih tua dari istri pertama. Aku senyum senyum sendiri. Asal tau saja, mungkin cuma aku yang pernah melihat wanita simpanan lek Parto itu. *Bangga*

Lalu aku teringat ayah yang sedang dalam perjalanan pulang dari Padang. Segera aku ucapin doa, semoga segalanya lancar lancar saja. Amin. Melihat perangai Lek Parto, aku jadi tambah sayang dan mencintai ayahku. Dia tidak menghianati ibuku sekalipun padahal naluri lelaki adalah mendua *BJ Habibi*. Terima Kasih telah mencintai ibuku, Ayah!